assalamualaikum. di postingan pertama ini saya akan sedikit membahas mengenai ikhlas dan niat. Secara bahasa, niat berarti sengaja atau sesuatu yang dimaksudkan atau tujuan dari keinginan. Sementara ikhlas berasal dari kata khalasha yang maknanya ialah kemurnian, kejernihan, atau hilangnya segala sesuatu yang mengotori. Sehingga secara istilah syara, ikhlas adalah membersihkan niat dalam beribadah semata-mata hanya karena Allah.
Di setiap kehidupan kita, apapun yang kita lakukan harus dibarengi dengan niat dan juga tentunya hati yang ikhlas, jika tidak ada niat dan ikhlas dalam setiap perbuatan kita maka akan kacau hal yang kita perbuat tersebut.Oke langsung saja, ini ada kumpulan hadits shahih dari sumber yang terpercaya. berikut cuplikannya :D
1. Dari Amiril Mukminin Abu Hafsh Umar bin Khathab bin Naufal bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin Adiy bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib Al-Qurasyiy Al-Adawiy ra., ia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Setiap amal disertai dengan niat. Setiap amal seseorang tergantung dengan apa yang diniatkannya. Karena itu, siapa saja yang hijrahnya (dari Mekkah ke Madinah) karena Allah dan Rasul-Nya. (mekakukam hijrah demi mengagungkan dan melaksanakan perintah Allah dan utusan-Nya), maka hijrahnya tertuju kepada Allah dan Rasul-Nya (diterima dan diridhai Allah). Tetapi siapa saja yang melaku
kan hijrah demi kepentingan dunia yang akan diperolehnya, atau karena perempuan yang akan dinikahinya, maka hijrahnya sebatas kepada sesuatu yang menjadi tujuannya (tidak diterima oleh Allah).” (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Dari Ummul Mukminin Ummu Abdillah Aisyah ra. ia berkata: Rasulullah SAW Bersabda: “Ada sekelompok pasukan yang akan menyerang Ka’bah, namun ketika mereka sampai di tanah lapang, maka mereka dibinasakan dari muka sampai yang paling belakang. Aisyah bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana mereka dibinasakan dari depan sampai yang paling belakang, padahal di antara mereka ada orang yang berbelanja serta ada pula orang yang bukan dari golongan mereka?” Beliau menjawab: “Mereka dibinasakan dari depan sampai yang paling akhir, kemudian mereka akan dibangkitkan sesuai dengan niatnya masing-masing.” (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Dari Aisyah ra. Ia berkata: Nabi SAW bersabda: “Tidak ada hijrah lagi setelah dibukanya kota Makkah, tetapi yang ada adalah jihad (berjuang di jalan Allah) dan niat untuk selalu berbuat baik. Oleh karena itu, jika kalian dipanggil untuk berjuang, maka berangkatlah!” (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Dari Abu Abdillah Jabir bin Abdillah Al-Anshariy ra. Ia berkata: Kami bersama Nabi SAW dalam salah satu peperangan, kemudian beliau bersabda: “Sesungguhnya di Madinah ada beberapa orang, apabila kalian menempuh perjalanan atau menyeberangi lembah, mereka senantiasa mengikuti, sedangkan yang mengahalangi mereka hanyalah sakit.” Dalam salah satu riwayat disebutkan, Rasulullah bersabda: “Melainkan mereka selalu menyertai kalian di dalam mencari pahala.” (HR. Muslim)
5. Dari Anas ra., ia berkata: Kami bersama-sama dengan Nabi SAW kembali dari peperangan Tabuk, kemudian beliau menjelaskan: “Sesungguhnya masih ada beberapa kaum atau orang yang kami tinggalkan di Madinah, mereka senantiasa menyertai kita, baik sewaktu keluar masuk pedusunan maupun sewaktu menyeberangi lembah, yang menghalangi mereka hanya uzur.” (HR. Bukhari)
6. Dari Abu Yazid Ma’an bin Yazid bin Al-Akhnas ra. Ia berkata: “Ayahku Yazid biasa mengeluarkan beberapa dinar untuk disedekahkan, dan dipercayakan kepada seseorang di masjid untuk membaginya. Kemudian aku pergi ke masjid untuk meminta dinar itu, dan menunjukkan kepada ayahku, lalu ayahku berkata: “Demi Allah, dinar itu tidak aku sediakan untukmu.” Peristiwa itu kemudian aku sampaikan kepada Rasulullah SAW, maka beliau bersabda: “Bagimu apa yang kamu niatkan hai Yazid, dan bagimu apa yang kamu ambil hai Ma’an.” (HR. Bukhari)
7. Dari Abu Ishaq Sa’ad bin Abi Waqqash Malik bin Uhaib bin Abdi Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay Al-Qurasyiy Az-Zuhriy ra. (beliau salah seorang dari sepuluh orang yang dijamin masuk surga), ia berkata: “Rasulullah SAW menjenguk saya ketika haji Wada’, karena sakit keras, kemudian saya berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya sakit saya sangat keras sebagaimana engkau lihat, sedangkan saya mempunyai harta yang cukup banyak dan yang mewarisi hanyalah seorang anak perempuan. Bolehkah saya sedekahkan dua pertiga dari harta saya itu?” Beliau menjawab: “Tidak boleh.” Saya bertanya lagi: “Bagaimana kalau separuhnya?” Beliau menjawab: “Tidak boleh.” Saya bertanya lagi: “Bagaimana kalau sepertiganya?” Beliau menjawab: “Sepertiga itu banyak dan cukup besar. Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu kaya, itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin, sehingga mereka terpaksa meminta-minta kepada sesama manusia. Sesungguhnya apa yang kamu nafkahkan dengan maksud untuk mencari ridha Allah pasti kamu diberi pahala, termasuk apa yang dimakan oleh istrimu.” Kemudian saya bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah saya akan segera berpisah dengan kawan-kawanku?” Beliau menjawab: “Sesungguhnya kamu belum akan bepisah. Kamu masih akan menambah amal yang kamu niatkan untuk mencari ridha Allah, sehingga akan bertambah derajat dan keluhuranmu. Dan barangkali kamu akan segera meninggal setelah sebagian orang dapat mengambil manfaat darimu, sedangkan yang lain merasa dirugikan olehmu. Seraya berdoa, Abu Ishaq berkata: “Ya Allah, mudah-mudahan sahabat-sahabatku dapat melanjutkan hijrah mereka dan janganlah engkau mengembalikan mereka ke tempat yang mereka tinggalkan, tetapi kasihan Sa’ad bin Kaulah yang selalu disayangkan oleh Rasulullah karena ia mati di Makkah.” (HR. Bukhari dan Muslim) )
8. Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Shakhr ra., ia berkata Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada tubuh kalian dan tidak pula kepada rupa kalian, tetapi Dia memandang kepada hati kalian.” (HR. Muslim)
9. Dari Abu Musa Abdullah bin Qais Al-Asy’ariy ra., ia berkata: “Rasulullah SAW pernah ditanya, manakah yang termasuk berperang di jalan Allah? Apakah berperang karena keberanian, kesukuan, ataukah berperang karena ria’? Rasulullah SAW menjawab: “Siapa saja yang berperang agar kalimat Allah terangkat, maka itulah perang di jalan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
10. Dari Abu Bakrah Nufa’i bin Harits Ats-Tsaqafiy ra., ia berkata: Nabi SAW bersabda: “Apabila ada dua orang Islam yang bertengkar dengan pedangnya, maka orang yang membunuh dan yang terbunuh sama-sama berada dalam neraka.” Saya bertanya: “Wahai Rasulullah, sudah wajar yang membunuh masuk neraka, tetapi mengapa yang terbunuh juga masuk neraka?” Beliau menjawab: “Karena ia sangat berambisi untuk membunuh kawannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
11. Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: “Rasulullah SAW bersabda: “Shalat seseorang dengan berjamaah, lebih banyak pahalanya daripada shalat sendirian di pasar atau di rumahnya, selisih dua puluh derajat. Karena seseorang yang telah menyempurnakan wudhunya, kemudian pergi ke masjid dan hanya bertujuan untuk shalat, maka setiap langkah diangkatlah satu derajat dan diampuni satu dosa, sampai ia masuk masjid. Apabila ia berada dalam masjid ia dianggap mengerjakan shalat selama menunggu dilaksanakannya. Para malaikat mendoakan: “Ya Allah, kasihanilah dia, ampunilah dosa-dosanya, terimalah taubatnya selama tidak berbuat gaduh dan berhadats.” (HR. Bukhari dan Muslim)
12. Dari Abil Abbas Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib ra., ia berkata: Rasulullah SAW menjelaskan apa yang diterima dari Tuhannya, yaitu: “Sesungguhnya Allah SWT., sudah mencatat semua perbuatan baik dan buruk, kemudian Allah menerangkannya kepada para malaikat, mana perbuatan yang baik dan mana pula perbuatan buruk yang harus dicatat. Oleh karena itu, siapa saja bermaksud melakukan perbuatan baik, lalu tidak mengerjakannya, maka Allah mencatat maksud baik itu sebagai satu amal baik yang sempurna. Jika orang itu bermaksud melakukan kebaikan, lalu mengerjakannya, maka Allah mencatat disisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus kali lipat, dan dilipat gandakannya lagi. Siapa saja yang bermaksud melakukan keburukan, lalu tidak jadi melakukannya, maka Allah mencatatnya sebagai satu amal baik yang sempurna. Apabila ia bermaksud melakukan keburukan kemudian mengerjakannya, maka Allah mencatatnya sebagai satu kejelekan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
13. Dari Abu Abdirrahman bin Abdullah bin Umar bin Khaththab ra., ia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW, bercerita: “Sebelum kalian, ada tiga orang sedang berjalanjalan, kemudian mereka menemukan sebuah gua yang dapat digunakan untuk berteduh dan mereka pun masuk, tiba-tiba ada batu yang besar dari atas bukit menggelinding dan menutupi pintu gua, sehingga mereka tidak dapat keluar. Salah seorang diantara mereka berkata “Sungguh tidak ada yang dapat menyelamatkan kalian dari bahaya ini, kecuali bila kalian berdoa kepada Allah SWT., dengan menyebutkan amalamal shalih yang pernah kalian perbuat.” Kemudian salah seorang diantara mereka berdoa: “Ya Allah, Saya mempunyai orang tua yang sudah renta. Kebiasaanku, mendahulukan mereka minum susu sebelum saya berikan kepada anak isteri dan budakku. Suatu hari, saya terlambat pulang karena mencari kayu namun keduanya sudah tidur, aku enggan untuk membangunkannya, tetapi saya terus memerah susu untuk persedian minum keduanya. Walaupun demikian saya tidak memberikan susu itu kepada keluarga maupun kepada budakku sebelum keduanya minum. Dan saya menunggunya hingga terbit fajar. Ketika keduanya bangun, kuberikan susu itu untuk diminum, padahal semalam anakku menangis terisak-isak minta susu sambil memegangi kakiku. Ya Allah, jika berbuat itu karena mengharapkan ridha-Mu, maka geserkanlah batu yang menutupi gua ini.” Kemudian bergeserlah sedikit batu itu, tetapi mereka belum bisa keluar dari gua itu. Orang kedua pun melanjutkan doanya: “Ya Allah, sesungguhnya saya mempuyai saudara sepupu yang sangat saya cintai.” Dalam riwayat lain disebutkan: “Saya sangat mencintainya sebagaimana orang laki-laki mencintai orang perempuan, saya selalu ingin berbuat zina dengannya, tetapi ia selalu menolaknya. Beberapa tahun kemudian, ia tertimpa kesulitan. Ia pun datang untuk meminta bantuanku, dan saya berikan kepadanya seratus dua puluh dinar dengan syarat menyerahkan dirinya kapan saja saya menginginkan.” Pada riwayat yang lain: “Ketika saya berada diantara kedua kakinya, ia berkata: “Takutlah kamu kepada Allah. Janganlah kamu sobek selaput darahku kecuali dengan jalan yang benar.” Mendengar yang demikian saya meninggalkannya dan merelakan emas yang aku berikan, padahal dia orang yang sangat saya cintai. Ya Allah, jika perbuatan itu karena mengharapkan ridha-Mu, maka geserkanlah batu yang menutupi gua ini.” Kemudian bergeserlah batu itu, tetapi mereka belum bisa keluar dari gua itu. Orang yang ketiga melanjutkan doanya: “Ya Allah, saya mempekerjakan beberapa karyawan dan digaji dengan sempurna, kecuali ada seorang yang meninggalkan saya dan tidak mau mengambil gajinya terlebih dahulu. Kemudian gaji itu saya kembangkan kemudian menjadi banyak. Selang beberapa tahun, dia datang dan berkata: “Wahai hamba Allah, berikanlah gajiku!” Saya berkata: “Semua yang kamu lihat baik unta, sapi, kambing, maupun budak yang menggembalakannya, semua adalah gajimu.” Ia berkata: “Wahai hamba Allah, janganlah engkau mempermainkan aku!” Saya menjawab: “Saya tidak mempermainkanmu.” Kemudian dia mengambil semuanya itu dan tidak meninggalkannya sedikitpun. Ya Allah, jika perbuatan itu karena mengharapkan ridha-Mu, maka singkirkanlah batu yang menutupi pintu gua ini.” Kemudian bergeserlah batu itu dan mereka pun bisa keluar dari dalam gua.” (HR. Bukhari dan Muslim)
0 komentar:
Posting Komentar